Patologi Politik dalam Implementasi Otonomi Daerah dan pelaksanaan pemerintahan Daerah
Abstract
Otonomi daerah memiliki perubahan fundamental pada sistem birokrasi pemerintahan antara pusat dan daerah, sekaligus juga perubahan pada sistem politik.Pemilihan kepala daerah langsung merupakan konskwensi logis ketika daerah diberi kewenangan dan kekuasaan besar dalam mengelola daerahnya masing-masing. Dengan kondisi seperti ini, konstelasi politik daerah akan meningkat sebagai jalan
memperebutkan kekuasaan daerah yang sudah sangat otonom. Peningkatan konstelasi politik daerah sebagai bagian implementasi otonomi daerah memiliki implikasi negatif terhadap jalannya roda pemerintahan daerah atau sistem birokrasi di daerah. Implikasi negatif ini menyangkut keterlibatan birokrasi dan birokrat dalam politik praktis. Artikel ini akan menyoroti mengenai dampak pelaksanaan otonomi daerah, yakni keterlibatan birokrasi dan para birokrat dalam konstelasi politik lokal. Gejala ini sangatlah umum dan terlihat vulgar pada setiap kontestasi politik di daerah, Pemilukada Provinsi, Kota dan Kabupaten. Sistem otonomi daerah ternyata melahirkan fenomena yang disebut dengan patologi politik, dimana ruang-ruang birokrasi yang seharusnya netral, fokus terhadap tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai pelayan publik “dipaksaâ€Â masuk dalam ranah politik. logika keterlibatan birokrasi dan para birokratnya kedalam politik praktis merupakan jaringan komplek antara elit politik lokal dan para pejabat
birokrasi. Jaringan kompleks ini sebagai sebab akibat atau konskwensi logis dari implementasi otonomi daerah yang harus diurai.
memperebutkan kekuasaan daerah yang sudah sangat otonom. Peningkatan konstelasi politik daerah sebagai bagian implementasi otonomi daerah memiliki implikasi negatif terhadap jalannya roda pemerintahan daerah atau sistem birokrasi di daerah. Implikasi negatif ini menyangkut keterlibatan birokrasi dan birokrat dalam politik praktis. Artikel ini akan menyoroti mengenai dampak pelaksanaan otonomi daerah, yakni keterlibatan birokrasi dan para birokrat dalam konstelasi politik lokal. Gejala ini sangatlah umum dan terlihat vulgar pada setiap kontestasi politik di daerah, Pemilukada Provinsi, Kota dan Kabupaten. Sistem otonomi daerah ternyata melahirkan fenomena yang disebut dengan patologi politik, dimana ruang-ruang birokrasi yang seharusnya netral, fokus terhadap tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai pelayan publik “dipaksaâ€Â masuk dalam ranah politik. logika keterlibatan birokrasi dan para birokratnya kedalam politik praktis merupakan jaringan komplek antara elit politik lokal dan para pejabat
birokrasi. Jaringan kompleks ini sebagai sebab akibat atau konskwensi logis dari implementasi otonomi daerah yang harus diurai.
Keywords
Patologi Politik; Otonomi Daerah; Birokrasi Daerah;
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)References
Martin Albrow, 2005, Birokrasi, Tiara Wacana, Yogyakarta
LIPI Press, 2006: Netralitas Birokrasi dalam Pilkada Langsung di Indonesia 2005 (Studi kasus Malang, Gowa dan Kutai Kartanegara)
Prijono Tjiptoherijanto: Mewujudkan Netralitas PNS Dalam Era Otonomi
Daerah, 23/11/2008
UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Bandung:
Remaja Rosdakarya.
DOI: https://doi.org/10.37058/jipp.v1i4.2271
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2020 Rino Sundawa Putra
View My Stats