PERUBAHAN KEDUDUKAN DAN KEKUASAAN BUPATI DI PRIANGAN PADA TAHUN 1800-1916

Yulia Sofiani

Abstract


Bupati di Priangan pada tahun 1800-1916 berperan sebagai pemimpin tradisional sekaligus pegawai pemerintah kolonial. Sebagai pemimpin tradisional, ia harus bersikap dan bertindak dalam ikatan feodal. Sebagai aparat pemerintah kolonial, ia harus menjalankan fungsi dan perannya secara legal-rasional. Peran ganda itu sangat dilematis bagi bupati, ia harus patuh terhadap perintah pemerintah kolonial sebagai atasannya, tetapi sebagai pemimpin pribumi ia harus melindungi rakyatnya. Pemerintah kolonial menyadari bahwa bupati tidak mungkin diabaikan dari percaturan politik kolonial. Untuk mengikat bupati, maka pemeritah kolonial memberikan imbalan berupa kedudukan, kekuasaan, dan kekayaan. Pemerintah kolonial sengaja menganugerahkan simbol-simbol dan atribut-atribut kebesaran kepada bupati. Tindakan itu menambah wibawa bupati sekaligus memperkuat kharisma dan ligitimasi bupati sebagai penguasa daerah dan pemimpin tradisional. Kepentingan pemerintah kolonial dan pejabat pribumi yang tumpang tindih dapat diartikan sebagai benturan antara birokrasi legal-rasional dengan otokrasi tradisional. Di satu sisi, pemerintah kolonial berusaha menerapkan birokrasi modern yang berdasarkan kewenangan legal-rasional, tetapi di sisi lain justru mempertahankan kekuasaan tradisional.

Keywords


Kedudukan, Kekuasaan, Bupati Priangan

Full Text:

PDF 1-11

References


Burger, D.H. 1970. Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jilid II (diterjemahkan dan disadur oleh Prajoedi Atmosoedirdjo). Jakarta: Pradnja.

Clive, Day. 1984. The Policy of Administration of The Dutch in Java. Kuala Lumpur: Oxford University.

Darsiti Soeratman. 2000. Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830-1939. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.

Edi S. Ekadjati. 1977. Wawacan Sejarah Galuh. Bandung: EFEO.

Edi S. Ekadjati. 1982. Ceritera Dipati Ukur. Jakarta: Pustaka Jaya.

Eric Oey, 1997. Java. Singapore: Periplus.

Heather Sutherland, 1983. Terbentuknya Sebuah Elite Birokrasi (terj). Jakarta: Sinar Harapan.

Mochammad Ali, 1973. Sejarah Jawa Barat: Suatu Tanggapan. Bandung: Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.

Nina Herlina Lubis, 1998. Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1944. Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan Sunda.

Ong Hok Ham, 1984. "Sejarah Birokrasi di Indonesia" dalam KOMPAS No. 233/XIX/13 Pebruari 1984.

Otto van Rees. 1867. Overzight van De Geschiedenis der Preanger Regentschappen ontleed aan het Rapport van het Lid van den Raad van Nederlandsch-Indie, Belast met eene Zending naar Die Regentschappen. Batavia: W. Bruining.

Sartono Kartodirdjo dan A. Sudewo Suhardjo Hatmosuprobo. 1987. Perkembangan Peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sartono Kartodirdjo dan A. Sudewo Suhardjo Hatmosuprobo. 1988. Modern Indonesia, Tradition and Transformation: A Socio- historical Perspective (2nd Edition). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sartono Kartodirdjo dan A. Sudewo Suhardjo Hatmosuprobo. 2001. Indonesian Historiography. Yogyakarta: Kanisius.

Schrieke, B.J.O. 1955. Indonesian Sociological Studies I. Bandung: The Hague.

Sartono Kartodirdjo dan A. Sudewo Suhardjo Hatmosuprobo. 1974. Penguasa-Penguasa Pribumi (terj.). Jakarta: Bhratara.

Soemarsaid Moertono. 1985. Negara dan Bina Usaha Negara di Jawa Masa Lampau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sutjipto, F.A. 1982. “Beberapa Aspek Kehidupan Priyayi Jawa Masa Dahulu†dalam Bacaan Sejarah. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.

Vlekke, B.H.M. 1959. Nusantara: A History of Indonesia. Leyden: The Hague.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


BIHARI is Indexed by

Indeks Google ScholarGaruda