Sekolah Raja (Hoofdenschool) sebagai Sekolah Pangreh Praja 1865-1900

Septian Teguh Wijiyanto

Abstract


AbstrakPemerintahan Belanda di Hindia Belanda tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh kaum priayi dalam hal ini pangreh praja. Para pangreh praja atau sering disebut Inlands Bestuur dalam sistem pemerintahan mereka sengaja dibentuk demi kepentingan pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk; 1) mengetahui latar belakang berdirinya Sekolah Raja, 2) perkembangan Sekolah Raja tahun 1865 sampai dengan 1900 sebagai alat pendidikan Belanda yang memanfaatkan para kaum priayi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri dari; pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah pendidikan bagi kaum priayi dalam bentuk berdirinya Sekolah Raja bukan karena Belanda ingin sungguh-sungguh memberikan pendidikan bagi masyarakat Hindia Belanda (pribumi), melainkan untuk mendapatkan tenaga administratif yang terampil dan dapat digaji rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang diterapkan mengarahkan para priayi ini untuk menjadi pekerja bagi pemerintah Belanda nantinya. Sekolah Raja dianggap sebagai simbiosis yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah Belanda dan para priayi. Akan tetapi dalam perkembangannya banyak pangreh praja yang menolak untuk masuk dalam pemerintahan Belanda.
Kata kunci: Sekolah Raja, Pangreh Praja, Priayi, Pemerintah Belanda

AbstractThe Dutch government in the Dutch East Indies could not be separated from the role and influence of the priayi in this case the pangreh praja. The pangreh praja or often called the Inlands Bestuur in their government system were deliberately formed for the sake of the government. This research aims to; 1) know the background of the establishment of the Hoofdenschool, 2) the development of Hoofdenschool from 1865 to 1900 as a Dutch educational tool that utilized the priayi. The research method used is the historical research method according to Kuntowijoyo which consists of; topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historiography. The result of this study is education for the priayi in the form of the establishment of the Hoofdenschool not because the Dutch really wanted to provide education for the people of the Dutch East Indies (natives), but to get skilled and low-paid administrative staff. This can be proven by the education system and curriculum applied to direct these priayi to become workers for the Dutch government later. Hoofdenschool was considered a mutually beneficial symbiosis for both the Dutch government and the aristocrats. However, in its development, many pangreh praja refused to enter the Dutch government.
Keywords: Hoofdenschool, Pangreh Praja, Priayi, Dutch Government. 

Abstrak

Pemerintahan Belanda di Hindia Belanda tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh kaum priayi dalam hal ini pangreh praja. Para pangreh praja atau sering disebut Inlands Bestuur dalam sistem pemerintahan mereka sengaja dibentuk demi kepentingan pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk; 1) mengetahui latar belakang berdirinya Sekolah Raja, 2) perkembangan Sekolah Raja tahun 1865 sampai dengan 1900 sebagai alat pendidikan Belanda yang memanfaatkan para kaum priayi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri dari; pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah pendidikan bagi kaum priayi dalam bentuk berdirinya Sekolah Raja bukan karena Belanda ingin sungguh-sungguh memberikan pendidikan bagi masyarakat Hindia Belanda (pribumi), melainkan untuk mendapatkan tenaga administratif yang terampil dan dapat digaji rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang diterapkan mengarahkan para priayi ini untuk menjadi pekerja bagi pemerintah Belanda nantinya. Sekolah Raja dianggap sebagai simbiosis yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah Belanda dan para priayi. Akan tetapi dalam perkembangannya banyak pangreh praja yang menolak untuk masuk dalam pemerintahan Belanda.

 

Kata kunci: Sekolah Raja, Pangreh Praja, Priayi, Pemerintah Belanda.

 

  

Abstract

The Dutch government in the Dutch East Indies could not be separated from the role and influence of the priayi in this case the pangreh praja. The pangreh praja or often called the Inlands Bestuur in their government system were deliberately formed for the sake of the government. This research aims to; 1) knowing the background of the establishment of the Hoofdenschool, 2) the development of Hoofdenschool from 1865 to 1900 as a Dutch educational tool that utilized the priayi. The research method used is the historical research method according to Kuntowijoyo which consists of; topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historigraphy. The result of this study is education for the priayi in the form of the establishment of the Hoofdenschool not because the Dutch really wanted to provide education for the people of the Dutch East Indies (natives), but to get skilled and low-paid administrative staff. This can be proven by the education system and curriculum applied to direct these priayi to become workers for the Dutch government later. Hoofdenschool was considered a mutually beneficial symbiosis for both the Dutch government and the aristocrats. However, in its development many pangreh praja refused to enter the Dutch government.

 

Keywords: Hoofdenschool, Pangreh Praja, Priayi, Dutch Government.

 

Keywords


Sekolah Raja; Pangreh Praja; Priayi; Pemerintah Belanda

Full Text:

PDF

References


Arwoko, 1996. Pendidikan Ke-Pamong-Prajaan di Indonesia sebelum Perang Dunia ke-II. Dalam Tjuk dan Indijati Sukiadi, OS-MOS: Tonggak-Tonggak Pengabdian dan Perjuangan, Surabaya: Dharma Padmanaba Press.

Deenik, A. C. 1929. In Vogelvlucht. Dalam Gedenkboek: MOSVIA 1879-1929. Bandung: N.V. Mij Vorkink.

Djumhur, I. dan Danasuparta. 1959. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu.

Gunawan, Ary H. 1986. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

Hasan, Moehamad. 1929. Sekola Menak. Dalam A. C Deenik, G. H. H. Zandvoort, R. Sadikin. Gedenkboek: MOSVIA 1879-1929, Bandoeng: N.V. Mij Vorkink.

Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.

Kurasawa, Aiko. 1993. Mobilisasi dan Kontrol Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Nagazumi, Akira. 1989. Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: Pustaka.

Nasution,S. 2001. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ricklefs, M. C. 2005. A History of Modern Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Simbolon, Parakitri T. 2006. Menjadi Indonesia. Jakarta: Kompas.

Siraishi, Takashi. 1997. Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Sutherland, Heater. 1983. Terbentuknya Sebuah Elite Birokrasi. Jakarta: Sinar Harapan, 1983.

van Niel, Robert. 2009. The Emergence of The Modern Indonesian Elite. Dalam Zahara Deliar Noer, Munculnya Elite Moderm Indonesia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Vlekke, Bernard H. M. 2008. Nusantara: Sejarah Indonesia. Jakarta: KPG.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


BIHARI is Indexed by

Indeks Google ScholarGaruda